Mukadimah Majelis Masyarakat Maiyah
Waro’ Kaprawiran Edisi Oktober 2019
Tema
pembahasan kali ini bisa diartikan sebagai tindak lanjut dari tema pembahasan
bulan lalu yaitu Tiyang/Manusia. Setelah kita mengetahui makna tiyang dari
berbagai sudut pandang. Apakah cukup sampai tahapan mengetahui? tentunya tidak
berhenti sampai di situ, diperlukan adanya tindak lanjut dari fungsi tiyang itu
sendiri. Pada dasarnya pengetahuan atau kepintaran yang kita dapatkan itu masih
berupa input masih berupa hulu, hilirnya adalah manfaat.
Berkaitan
dengan manfaat, dalam sebuah hadist disampaikan bahwa
خير الناس أنفعهم للناس
“Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
Mengutip
ilmu yang disampaikan oleh Mbah Nun beliau menyampaikan “Anfa'uhum Lin-Nas” ini
kan sebenarnya otomatis meluas dirinya menjadi Anfa'uhum Lil 'alamin, karena
kalau manusia bermanfaat dan menikmati manfaat itu kemudian mendayagunakan
manfaat itu, maka pohon ikut beruntung, binatang ikut beruntung, sungai ikut
beruntung, dan semua alam semesta ikut beruntung".
Sambat(an). Sambat yang memiliki imbuhan -an di akhir yang memiliki arti menyatakan hal atau
cara. Kata sambat itu sendiri memiliki berbagai arti baik itu yang berkonotasi
positif maupun negatif. Ketika kita kaitkan dengan arti yang positif kata
sambat(an) memiliki arti pertolongan atau hal yang berhubungan dengan
tolong-menolong gotong royong. Sedangkan ketika kita kaitkan dengan arti
negatif bisa berarti keluhan (mengeluh), lemah. Namun arti negatif ini juga
bisa beralih menjadi arti positif ketika disandarkan pada sandaran yang tepat
(mengeluh, sambat kepada Allah). Menilik bahwa manusia adalah tukang Sambat,
atau tukang mengeluh. Seperti dalam Alquran
(QS. Al-Ma’arij: 19). Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh
kesah lagi kikir." Dari sifat dasar
manusia ygmemang suka mengeluh inilah maka dari itu muncul sebuah dialektika
lahirnya sambatan, yaitu semacam pertolongan atas sambat/keluhan yang
dilontarkan. Sehingga dengan lahirnya action kita diranah sambatan, maka
bermanfaatlah gerakmkita kepada sekitar kita.
Sampai
di sini muncul pertanyaan lalu apa hubungan dua pembahasan antara Khoirun Nas
Anfa'uhum Lin-Nas dengan sambat(an)?. Dengan cara apa kita bisa memberikan
output mencapai tingkat Anfa'uhum Lin-Nas? Lebih luas hingga mencapai Anfa'uhum
Lil Alamin dan apakah sambat(an) kita selama ini sudah pada tahapan sambat(an)
yang tepat?.
Dari
isi kepala yang beragam dari suasana hati dan latar belakang yang berbeda kita
duduk berdialog bersama memunculkan ide-ide untuk menemukan solusi dari
persoalan tersebut hingga pada puncaknya bisa menjadikan kita sebagai
tiyang/manusia yang Anfa'uhum Lin-Nas (dengan cara kita masing-masing).
Sosial Media