Sebagai jelata, betapa menyenangkan berada disekitar orang-orang besar. Paling tidak kita ikut dianggap sebagai orang besar. Begitu menyenangkan ikut menikmati fasilitas karena ikut dianggap orang besar. Disisi lain, keuntungan ngamping, nyenden, orang-orang besar itu nama besar beliau bisa buat tameng. Tameng untuk menutupi kekerdilan pribadi. Selain tameng, bisa buat pedang untuk mengancam mereka-mereka yang berpotensi menghalangi kepentingannya, atau mengancam posisinya. Siapa yang rela, enak bukan main bisa leha-leha hanya bermodal kedekatan. Bayangkan, hanya bermodal kedekatan. Kita manfaatkan, dan kita jadikan pembenaran laku saja, sering-sering saja kita plintir ayat Tuhan soal ayam berkumpul dengan ayam. Maka dari itu, penjilat, kutu loncat, parasit banyak disekitaran orang besar.

Bisa jadi, itulah mengapa, banyak orang besar menyembunyikan identitas kebesarannya kepada anak-cucunya. Bahaya kalau tahu. Beliau khawatir, anak-cucunya tidak mau berusaha belajar memaksimalkan potensi dan cuma "nggandul". Yang lebih parah, anak-cucunya merasa aman karena kebesaran leluhurnya. Tuhan jadi hilang, padahal leluhurnya bisa jadi besar karena tak pernah menyelingkuhi Tuhan. Rusak kalau sudah begitu.

Ya meskipun memang tidak selalu begitu, bisa saja dengan tahu, malah jadi mengerti pagar. Mau berbuat hina, eh, sungkan sama leluhur. Bisa saja dengan tahu, jadi terpacu, menapaktilasi laku leluhurnya sehingga bisa jadi sosok yang besar.

11 Januari 2019
Mitra Abdul Azis