Waktu terus berlalu, hari
berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun semua berlalu
dengan cepatnya tak sedetik pun mau menunggu. Tanpa disadari tahun demi tahun
telah berlalu sejalan dengan berkurangnya kuota hidup di dunia ini, semampunya
kita telah berusaha hidup selayaknya manusia walaupun dengan kadar kemampuan
dan semangat yang berbeda-beda. Hampir semua manusia berorientasi pada suatu
puncak yang dinamakan “kesuksesan” namun sukses seperti apa sih yang diharapkan?
Ngadu Mongso ketika diartikan
secara harfiah ngadu atau beradu, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai lomba atau berlomba, dapat juga diartikan berbenturan sedangkan. mongso
adalah waktu, jadi ngadu mongso ketika kita artikan secara sederhana adalah
beradu waktu, disadari atau tidak kita sering ngadu mongso dalam hidup kita.
Lalu ngadu mongso dengan apa atau ngadu mongso dengan siapa, itulah
pertanyaannya?
Belum lama ini atau beberapa
minggu yang lalu, perhelatan Asian Games telah digelar dengan meriahnya dan
melahirkan banyak atlet yang dengan perjuanganya mengharumkan nama Indonesia di
kancah Internasional. Bukan masalah Negara mana yang menjadi juara, namun ada
salah satu tokoh dalam kontingen tim Indonesia yang menjadi sorotan media dan
sempat menjadi perbincangan hangat di dunia, yaitu Bunga Nyimas, dia adalah
salah satu atlet skateboard muda yang dimiliki Indonesia, diusianya yang masih
12 tahun Bunga Nyimas mampu menyumbangkan medali perunggu untuk Indonesia. Kita
sebagai warga Negara Indonesia tentunya merasa bangga ada pemuda yang baru
berusia 12 tahun memiliki kemampuan yang hebat mengharumkan nama Indonesia di
kancah Internasional. Melihat kemampuan Bunga Nyimas, disamping rasa bangga
timbul pula rasa galau dalam hati kita, dia yang baru berusai 12 tahun sudah
mampu mengharumkan Indonesia lalu kita yang telah berusia diatas Bunga Nyimas
atau bahkan jauh di atas Bunga Nyimas apa yang sudah kita berikan untuk
Indonesia?
Kegalauan-kegalauan itu seakan
menjadi-jadi ketika celotehan-celotehan orang-orang di sekitar kita meng-ngadu
mongso hidup kita dengan hidup orang lain “awakmu kuliah pirang-pirang tahun
moso lulus malah nganggur, deloken wong kae ora kuliah saiki malah wes iso
golek duit dewe wes iso bantu wong tuo”, “awakmu kerjo pirang-pirang tahun
urung rabi deloken kae lulus sekolah wes wani rabi”, “awakmu ora sekolah ora
kerjo urung rabi arep dadi opo?” itu secuil kalimat yang sering membuat sesak
dalam hati dan pikiran kita. ngadu mongso.
“Muda foya-foya tua kaya raya
mati masuk surga” mungkin itu salah satu kalimat sederhana yang pernah menjadi
guyonan ketika ditanya cita-cita waktu masih usia anak-anak dahulu. Sejatinya
sangat realistis ketika manusia menginginkan dapat menempuh pendidikan minimal
sampai jenjang SMA sokor-sokor bisa meneruskan sampai jenjang es satu, es duwa
bahkan es tiga. Setelah selesai menempuh pendidikan formal lalu bekerja di
perusahaan ternama dan berpenghasilan jutaan bahkan ratusan juta, tidak perlu
lama bekerja sudah mampu membina rumahtangga dan akhirnya hidup bahagia bersama
keluarga.
Namun ternyata beberapa diantara
kita ada yang realita hidupnya tidak seindah cita-citanya, walaupun sudah
berusaha keras namun hasil masih sangat jauh dari harapan, disisi lain banyak
yang tanpa harus bersusah payah sudah mampu menikmati hasil dari usahanya.
Seringkali kita merasa sudah
banyak usia yang terbuang sia-sia dan belum melakukan apa-apa, merasa jauh
tertinggal sedangkan yang lain sudah jauh melangkah di depan kita.
Sejenak kita merenung… apakah
hidup itu untuk ngadu? apakah ada patokan-patokan usia sekian harus memiliki
jabatan, usia sekian harus bergelimang harta, usia sekian harus menikah?
mungkin itu yang diinginkan,
namun nyatanya?
Kalau hidup hanya untuk ngadu
mongso, maka yang juara adalah mereka yang menempati posisi paling depan,
diusia muda sudah memiliki jabatan sudah bergelimang harta dan sudah mampu
membina rumah tangga. namun hidup bukan untuk itu semua, karena setiap manusia
berjalan sesuai zona waktu masing-masing. Dihadapan Allah yang terbaik adalah
yang bertaqwa, dihadapan manusia yang terbaik adalah yang bisa memberi manfaat
untuk manusia lain, yang paling kaya belum tantu akan Berjaya selamanya, yang
nikah muda belum tentu hidup sejahtera, yang perlu kita lakukan saat ini adalah
tetap bergerak sewajarnya manusia, tetap percaya diri berjalan sesuai zona
waktu masing-masing dengan melakukan apa saja semaksimal dan sebaik mungkin.
Sampai kapankah jiwa kita sesak dengan ngadu mongso hidup kita dengan
hidup orang lain? Mari duduk melingkar jagongan sinau bareng, berbagi pemahaman
dan pengalaman tanpa membandingkan dan menyalahkan pemahaman dan pengalaman
orang lain.
Sosial Media