MENUNDA SEBENTAR
DENGAN RIDHO, Please BERSABARLAH!
Reportase Wk Asghor Ponorogo
19 Mei 2018
Lagu ‘Gundul-gundul Pacul gubahan
Kiai Kanjeng yang dibawakan Gamelan Kiai Iket Udheng memberi hentak nge-beat semi jazz mengalun rancak menarik-narik
mengajak jamaah gregah untuk segera melingkar bersama kibasan-kibasan semangat
angin di lokasi lapangan yang bertetangga hamparan sawah tersebut. Personil
gamelan Kiai Iket Udheng Ponorogo seolah mendorong keinginan jamaah yang berjarak untuk semakin mendekat
kedepan dengan irama ketukan-ketukan saron demungnya, dengan gebugkan drumnya,
dengan gitar dan bassnya yang melingkupi suara, dengan lengkingan biola, sayub
suling menyapa dan tipung bersama-sama menyambut jama’ah yang kedinginan malam
itu. Setelah jamaah merapat maka voltase hentakan diturunkan menjadi senandung
lucu ceria Kun Anta yang dibawakan menjadi regae oleh personel KIU. Jamaah
menghangat gayeng dan nyaman duduk bersama. Maka mas Najih sang Mc merangkap
moderator bersegera memulai acara Wk Asghor Ponorogo Perdana malam itu tepat
pukul 21.00 WIB.
Malam itu mas Adung memulai acara
dengan nderes. Albaqarah 183 hingga 185 dilantukan dengan cengkok jawa dan nada
bergetar sedikit ndredeg-ndredeg gimana begitu malam itu, mungkin mas Adung
merasa bahagia atas Romadhon sehingga bergetar hatinya penuh haru. Barangkali. Setelah
nderes usai Mars Yadzal Waton dilantunkan bersama-sama, jamaah berdiri dan ikut
juga melantunkan bersama-sama. Di WK Asghor Ponorogo kali ini bertema Ngempet. Kata Ngempet ini diambil dari bahasa jawa yang bermakna “menahan”. Sehingga ke-ngempetan sebulan ini semoga bisa
diharapkan menjadi jimat untuk ngempet 11 bulan kedepan.
Pak Muis mengawali dengan membuka
wacana dari tema malam itu. Tema Ngempet memang disesuaikan dengan bulan ini
yang kebetulan berada di bulan Romadhon. Beliau bercerita sekilas tentang bom
di Surabaya pada tanggal 13 mei 2018. Saat itu kebetulan beliau juga berada di
Surabaya, namun Alhamdulillah beliau tak diterciprati
bom sama sekali. Dari peristiwa bom tersebut panjang lebar Pak Muis menjelaskan
bahwa karena ketak-mauan pihak-pihak pelaku pem-bom-an untuk ngempet maka terjadilah terror bom bunuh
diri yang melukai bahkan menewaskan beberapa jama’ah gereja. Dan apesnya,
peristiwa tersebut membawa korban fitnah kepada Islam. Islam lah korban
terbesar karena mendapat tuduhan telah menelurkan salah satu islam radikal
penyuka bunuh diri untuk melukai teman-teman mereka yang berbeda pendapat.
Sehingga islam yang sebenarnya agama cinta damai ini ternoda dengan
perilaku-perilaku mereka. Menurut beliau Islam memiliki arti ‘berserah diri’
atau ‘ pasrah’, mana mungkin jika orang faham makna pasrah malah bunuh diri dan
mencelakai orang lain. Muskil sekali itu. Jelas sekali itu bukan islam. Menurut
pak Muis hal itu terjadi karena mereka tak memiliki budaya saling mengenal satu
sama lain atau yang kita sebut silaturahmi. Jika mereka mau mengenal jamaah
gereja. Mengenal siapa saja mereka, kerja dimana, berapa anaknya, umur berapa
saja maka mereka akan akrab. Dan jika ada keakraban maka tak mungkin terjadi
pencelakaan dengan sesama atas nama agama.
Yang namanya orang hidup tak
mungkin harus sama, harus seragam. Buktinya kita semua yang berkumpul di WK
Asghor Ponorogo malam ini tak ada yang memakai baju yang sama. Padahal tujuannya
sama kan. Hakekat beragama sebenarnya akan tentram jika tidak memaksakan ke
orang lain, tidak menyalahkan orang lain. Dan mampu menerima perbedaa yang ada,
maka Indonesia akan terhindar dari terror bom-bom bunuh diri.
Brainstorming ala Pak Muis mulai menyalakan bara fikir dikepala
para jama’ah. Mas Koko saat teringat gereja sekedar mengigatkan bahwa
sebenarnya acara malam ini kita mengundang Romo Slamet dari Gereja Ponorogo,
seperti yang pernah dilakukan WK saat bertepatan di Ponorogo beberapa bulan
silam. Namun beliau berhalangan hadir karena ada acara. Untuk itu teman-teman
KIU mempersembahkan sebuah nomor lagu berjudul Shalom Ehlehem. Lagu dengan
bahasa Yahudi. Yang bermakna Salam. Berirama lagu gereja namun dipadukan dengan
sholawat Baina Katifai. Maknanya lagu itu satu, keselamatan bagi semua entah
itu memakai bahasa yahudi memakai irama gereja atau Islam sekalipun. Karena
makna kebenaran terpendam pada lagu tersebut bersama khusnudhon dan berlegawa
hati.
Selepas lagu Shalom Ehlehem diperdengarkan,
mas Najih sang Mc sekedar mengingatkan bahwa sebenarnya jika ditilik, dari
berbagai agama yang ada, hampir semua memiliki ritual puasanya masing-masing.
Orang Kristen memiliki puasa yang mana mereka tidak akan makan sesuatu yang
mereka sukai selama 7hari atau sesuai di peraturan mereka. Orang jawa ada juga
puasa-puasa yag memiliki keragamannya luarbiasa, seperi puasa mutih, puasa pati
geni dan masih banyak lagi. Hindu saat nyepi puasa ngebleng hanya dirumah,
bahkan mereka puasa sinar. Seharian penuh hanya dirumah dengan keadaan gelap
gulita sama sekali. Budha puasa tidak makan daging pada tanggal tertentu dalam
satu bulan. Dan islam seperti yang kita ketahui memiliki puasa Romadhon dan beragam
puasa sunah lainnya. Pada intinya hampir semua umat manusia melaksanakan puasa.
Dengan cara mereka sendiri-sendiri. Jadi ngempet
ini sebenarnya tidak hanya ada pada agama islam saja. Namun ada pada hampir
seluruh umatmanusia.
Malam itu ada beberapa tamu. Ada
Mas Azis salah satu pakar film yang saat ini focus memberi edukasi film di sekolah-sekolah
dan desa-desa. Dan akhir-akhir ini beliau sibuk memberi workshop tentang cinta
budaya lokal ke desa-desa. Supaya budaya kelokalan kita tak punah digerus
hal-hal kekinian yang terkadang memiliki efek merusak. Karena beliau bergelut
dengan film, maka ilmu yang beliau share
malam itu adalah pengalaman beliau tentang ngempet
di ruang gerak per-filman. Pada kesempatan malam itu beliau mengungkap bahwa
ada konektifitas antara ngempet dan
kangen. Hal ini beliau temukan saat beliau menggarap sebuah film berjudul
“Sesaji”. Beliau membutuhkan satu tahun perenungan untuk membuat film tersebut.
Beliau mengatakan bahwa dalam sesaji ditemukan unsur kangen, rindu. Mengapa
demikian, karena suatu saat ia menemukan Budhe nya semenjak pagi telah siap
dengan masakan kesukaan almarhum suaminya, baik bunga dan sesaji. Bu dhe mas
Aziz pun bersiap dengan dandanan terbaik. Saat mas Aziz menggoda budhenya
dengan celetukan “…musrik lo dhe, kenapa harus pakai gitu-gitu segala..”
“ Kamu itu lo, ada orang kangen lo kok cerewet!”
Dengan sewot Budhe nya menjawab.
Saat kangen kepada sanak family
yang telah tiada, kita terbiasa dengan mengirim doa. Namun orang jawa memiliki
cara tersendiri yang disebut “doa Katon” yang mana mereka mencoba membuat doa
tersebut katon atau tampak. Yaitu diwujudkan ke dalam hal-hal kesukaan
almarhum. Wallahua’lambishowab.
Dalam kangen atau rindu itu
diperlukan ngempet. Jika tak ngempet maka bukan rindu lagi namanya.
Makna rindu akan batal. Seperti halnya saat romadhon kali ini. jika kita mau
dan mampu ngempet rindu maka siapa tahu Allah berikan surprise bertemu dengan
cahayaNya, dengan cercah kanjengNabi.
Tak semua orang mau ngempet. Karena manusia terbiasa dengan
merayakan dan melapiaskannya setiap hari. Namun dalam upaya ngempet ini
diperlukan saluran-saluran kata Mas Aziz. Dimana mampu menyalurkan rasa rindu
saat ngempet ini agar mampu bertahan dan tidak ambrol kepada pelampiasan. Salah
satunya ya berkesenian. Bisa pada music, film ataupun puisi atau yang lainya.
Disamping lebih utamanya lagi harus berkumpul dengan orang sholeh agar memiliki
keseimbangan baik dari luar diri. Dan senantiasa mau meliputi diri dengan
kesabaran.
Malam melarut seru. Teman-teman
asyik dengan sajian tema yang berat namun ringan disampaikan. Agar tak berat
masuk difikiran, teman-teman KIU menggugah dengan lagu gabungan antara Gun and
Roses berjudul Sweet Child o Mine dan lagu Roma Irama berjudul Judi. Riuh music
menyegarkan suasana yang terpekur sejenak. Pada lagu tersebut sekilas
disampaikan oleh Mas Koko, jika kita judi maka where do we go? Mau dibawa kemana semua ini jika judi terus. Jamaah
tertawa. Gemas atas perpaduan lagu dan music yang disuguhkan malam itu.
Setelah perkawinan musik rock dan
dangdut usai. Ada Mas Takim yang menjabarkan
ngempet. Beliau menyimpulkan bahwa apapun yang kita hadapi harus siap
karena sudah diatur oleh Allah. Jadi tak ada pilihan lain kepada ketetapan
allah terkecuali ngempet jikalau ada
godaan dunia melambai-lambai. Karena ada nikmat tersendiri dibalik ngempet itu sendiri. Ada pendewasaan yang
tersembunyi dibalik ngempet tersebut. Selebihnya Mas Tofa seorang pelukis dan
pujangga menambahkan bahwa semuanya ini, kesimpulan usaha ngempet adalah ridho.
Jika kita ridho akan semuanya yang kita hadapi, yang kita temui maka tak akan
berat ngempet. Beliau berkata bahwa kejahatan dan ketidak adilan terjadi karena
orang tak mau ridho.
Pada sesi Tanya jawab, Mas Adung
bertanya, dalam ngempet ini pilihan mana yang harus dilakukan. Ngempet dengan
memiliki saluran-saluran agar tak ambrol atau dicut habis kenginan-keinginan agar ngempet ini berhasil sukses. Pak
Muis menjelaskan bahwa anonym dari imsak adalah ridho itu sendiri. Setelah
imsak kita puasa. Kita ngempet dengan bekal ridho. Berharap kelak saat berbuka
kita diberi rezeki menu yang lezat dan berkah oleh Allah.
Pak Anang yang baru terkonangi keberadaannya dipaksa maju dan
memberi sepatah duapatah kata untuk wedar
makna ngempet tersebut. Bagi beliau
manusia adalah laboratorium canggih yang diberi tuntunan untuk mecapai
kesempurnaan. Manusia dibekali akal yang tak dimilk oleh mahluk lain. Namun jika
manusia mampu me-management dengan baik maka jadilah ia manusia sejati yang
bermartabat.
Siapapun pasti memilki
keinginan-keinginan yang mendorong setiap dari kita untuk dilampiaskan. Namun
manusia sejati memiliki martabat dengan menjadi manusia sejati yang menjaga
harkat martabatnya untuk tetap berdiri kokoh. Dengan ngempet, please mari bersabar dengan ridho hingga Allah mengizinkan
kita berbuka kelak di akhirat.
Terakhir saat waktu merambah jauh
dari tengah malah dan dingin mulai masuk ke tulang, Mas Koko memberi pengumuman
bahwa literasi harus dihidupkan kembali untuk sangu anak cucu kita kelak. Maka
siapapun yang menyukai tulis menulis diharap segera mengrim tulisan ke Mbah Ghulam,
koordinator penulis di wilayah WK. Malam lelah. Mata-mata mengantuk. Punggung
dan tulang-tulang nyeri setelah berjam-jam pada posisi duduk semalaman. Ilmu
melimpah memenuhi ruang jiwa jamaah WK Asghor Ponorogo malam itu. Pagi segera
menjelang. Ujung langit seperti menghipnotis untuk kantuk. Saatnya kita ridho
tubuh diistirahatkan. Ngempet dari pelampiasan melek dur-dur an. Pulang ke rumah
masing-masing dan merenungkan ilmu yang tersampaikan dan entah bagimana semoga
semua mampu mengamalkannya dikehidupan sehari-hari hingga selamat. Aman dan
terus ridho. Acara ditutup dengan sohibu baiti. Khusuk masyuk rindu. Sampai
jumpa di WK berikutnya.
Zaky.a.d
Sosial Media