Seperti anak ingusan yang masih pipis di celana, apa kerennya melampiaskan sesuatu yang memang tidak bisa kita tahan? Terhadap sesuatu yang sebenarnya kita benci melakukan tetapi tetap melakukannya, itulah dimana letak "keren"-nya berpuasa. Sejalan dengan itu, "sabarnya orang yang kuasa membalas adalah sabar yang utama". Pun dalam ranah persaudaraan. Dalam salah satu kalimat Ali bin Abu Thalib KWH yang mashur menyatakan "kekerabatan memerlukan kecintaan, sedangkan kecintaan tidak memerlukan kekerabatan". Artinya apa? Bukan hal spesial kalau memiliki hubungan darah lantas rukun. Itu wajar. Tapi, yang tanpa hubungan darah namun bisa rukun seperti keluarga sekandung itulah; sebuah anomali dunia yang tak mungkin terlewatkan dari jangkauan pandangan mata Surga.

Alhamdulillah, kita berbahagia. Berbahagia karena dimanapun Jama'ah Maiyah berada, beliau tempatkan Jama'ah Maiyah sebagai "anak-cucu"-nya. Sebuah keluhuran pilihan posisi atas cinta yang bersemayam. Tapi seperti dua sisi mata uang, patut juga kita waspadai bersama, soal pilihan akan posisi tersebut. Ada baiknya kita bertanya, sudah pantaskah kita sebagai "anak-cucu" beliau? Jika dalam kacamata ilmu kita dapati "orang bodoh adalah kecil meskipun dia tua, sedangkan orang alim adalah besar meskipun dia masih remaja", maka bisa jadi kita ini adalah "trah-tumerah" beliau. Urutan paling akhir dari 18 keturunan yang dulu pernah peradaban kita ini catat. Atau, kalau memakai konteks "gondelan jubah", betul-betul sudahkah kita pastikan tangan kita cukup bersih untuk gondelan? Jangan-jangan, justru tangan-tangan kita ini yang membuat beliau terpapar virus penyakit??

Berangkat dari kewaspadaan akan dualitas yang merupakan sifatnya makhluk, kiranya akan sangat tepat bagi kita untuk masuk menyelam ke dalam "samudera takut dan harap", atas segala hal tentang kita. Gayung bersambut atas samudera, kita tahu bersama bahwa bertambanya usia seseorang seharusnya berbanding lurus dengan kedewasaan seseorang. Di ulang tahun ke-7 Waro' Kaprawiran ini, mengapa tidak kita coba gunakan momentum ini bagi kita untuk bercermin? Bercemin pada sebaskom bening air di remang cahaya lilin misalnya —samudera dan purnama terlalu sombong, untuk digunakan sebagai permisalan—, tentang posisi dan peran, tentang balas budi, serta tentang perjuangan akan kemuliaan cita-cita. Semoga rindu, menggerakkan kita semua untuk kembali berkumpul bersama; melantunkan ayat-ayat cinta, bertawasul bersama, dan berbagi kopi dalam keakraban saling mengenal dan belajar.

Penulis : Adung
Poster : GAB