Seperti rencana beberapa bulan lalu  untuk sekali-kali "jelajah milangkori" ke desa-desa untuk menggelar rutinan. Bulan September lalu bertempat di rumah Bapak Andik di Setono kali ini Waro’ Kaprawiran edisi Desember  bertempat di rumah Bapak Andik  juga tetapi di rumah yang satunya yaitu  di desa Babadan .
Hari Sabtu, 21 Desember 2019 tepat pukul 22.00 acara sinau bareng dimulai dengan wirid dan sholawat yang dipimpin oleh  mas Kholid. Dengan keikhlasan hati  serta kekhusukan pembacaan Wirid dan Sholawatan, Semoga semua yang dihajatkan dikabulkan oleh Allah SWT. Amin
Setelah selesai pembacaan wirid dan sholawat, mas Kholid menceritakan beberapa point penting dari Silatnas Maiyah 2019 yang diikutinya beberapa hari yang lalu di Semarang.
Mas Topa membuka sesi perkenalan karena kedatangan saudara kita dari Ngawi. Acara dilanjutkan diskusi dengan Tema Dhidhis yang dimoderatori oleh mas Topa. Mas Topa membacakan mukadimah yang diteruskan mas Ridho untuk memaparkan mukadimah sebagai pijakan  untuk nantinya di respons oleh para Jamaah. Setelah “bukak dasar” mas Topa mempersilahkan jamaah merespon tema malam hari ini.
Pak Andik yang pertama kali merespon, beliau mengatakan “Sebenarnya kalau bicara masalah dhidhis dalam makna yang sebenarnya nggoleki tumo dan makna yang lebih luas dalam kehidupan  kita sebenarnya semua sudah terangkum dalam mukadimah, namun ketika dhidhis dimaknai muhasabah pada diri kita kalau dianggap gampang ya gampang kalau dianggap sulit memang sangat sulit. Karena kalau kita benar-benar bisa muhasabah, sebenarnya kita tahu apa kesalahan kita setiap harinya, namuan masalahnya ketika kita dihadapkan suatu masalah kita sering tidak mampu membenahi kesalahan kita. Bagaimana kita bertindak setelah kita tahu kesalahan-kesalahan kita. Kemarin tanpa sengaja saya mendengarkan ceramah Mbah Nun yang mengutip ayat Al Qur’an Surat Al A’raf ayat 179 : Wa laqad żara`nā lijahannama kaṡīram minal-jinni wal-insi lahum qulụbul lā yafqahụna bihā wa lahum a'yunul lā yubṣirụna bihā wa lahum āżānul lā yasma'ụna bihā, ulā`ika kal-an'āmi bal hum aḍall, ulā`ika humul-gāfilụn. Yang artinya : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kalau muhasabah kita tidak menghasilkan yang lebih baik bisa-bisa kita jatuh beneran. Mungkin itu dulu tanggapan saya, saya serahkan kepada mas Topa.”
Kemudian mas Topa memberikan waktu kepada jamaah yang lain untuk memberikan tanggapan. Berikutnya mas Kholid yang menanggapi, beliau menanyakan kepada semua yang hadir “Sebenarnya dhidhis dan petan itu sama apa tidak? Kemarin saya sempat menanyakan kepada orang tua di desa saya jawabannya adalah kalau dhidhis itu kepada diri sendiri, sedangkan petan itu membutuhkan orang lain”. Kemudian Mbah Kakung (Bapaknya pak Andik) turut menanggapi, “ dhidhis itu mencari sesuatu yang dianggap parasit pada diri seseorang dan dilakukan oleh dirinya sendiri, sedangkan petan itu mencari sesuatu yang dianggap parasit pada orang lain. Basa Jawa niku angel tur mumetne wong”. Begitu haturnya Mbah Kakung.
Pak Andik menambahkan lagi, beliau teringat ucapan mas Koko “kita tidak usah terlalu ilmiah-ilmiah banget, tetapi hanya bias berwacana tanpa memiliki tindakan riil. Merujuk pada ayat QS. Al-A’raf ayat 179 tadi tiga unsur pada diri kita yaitu hati, mata dan telinga bagaimana kita mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.”
Mas Kholid menambahkan “Bagaimana contoh riil dhidhis itu? Merenung setelah melakukan sesuatu, mengoreksi diri atau introspeksi. Mungkin ada yang bisa memberi contoh dalam kehidupan kita sehari-hari?”
Kemudian mas Tiyok, Alhamdulillah mala itu diperjalankan melingkar di Ponorogo bersama Mas Pratama dari Ngawi, beliau menanggapi terkait tentang tema dhidhis malam ini, jika diibaratkan dengan dhidhis yang mencari kutu atau kotoran diri sendiri kemudian mematikan kutu atau membuang kotoran hasil dhidhis, maka kita bisa mencontohkan dengan sedikit demi sedikit menghapus atau membersihkan keburukan, kejelekan dan kesalahan kita tersebut, akan percuma setelah kita dhidhis atau introspeksi diri tapi kita akan kembali mengulangi kesalaha tersebut, memang tidak bisa langsung semua bisa kita perbaiki kesalahan-kesalahan itu, yang terpenting adalah kita mau berusaha terus menjadi baik dan terus semakin baik.
Sinau bareng malam ini semakin melebar dan mendalam, untuk menyegarkan suasana mas Topa mengajak jamaah untuk bersama-sama bersholawat. Dipilihlah sholawat nariyah karena sholawat nariyah termasuk induk sholawat.
Maembahas tema Dhidhis, mas Ghulam teringat tema kasat keset yang merupakan tema sinau bareng Desember 2019 di Ngawi beberapa hari yang lalu. Dalam Dhidhis atau introspeksi diri jangan keset hanya melihat yang kasat saja, tapi lihat dengan kombinasi 3 indra yaitu (Hati, Mata dan Telinga) yang tedapat dalam ayat Al Qur’an Surat Al A’raf ayat 179 tadi. Karena Mata bisa kurang jelas, Telinga bisa sallah, tapi jika dibantu dengan hati, InsyaAllah kita tidak akan keliru-keliru lagi.
Selanjutnya Mas Yono menanyakan kepada jamaah “Dhidhis dan petan itu hanya mencari kotoran dan kutu atau lebih dari itu?” Soal mencari Tumo Mas Yono teringat dan mengutip cangkriman (tebakan dalam Bahasa Jawa) “Sega sakepel dirubung tumo” (buah salak) sembari mengambil buah salak.
Dari sinau bareng tadi dapat diambil kesimpulan, seperti dhidhis yang lebih mencari kesalahan diri sendiri, jadi kita simpulkan hasilnya sendiri-sendiri sesuai yang ditangkap atau dapat, yang baik terus dilakukan dan yang buruk ditinggalkan.
Rutinan sinau bareng di Majelis Masyarakat Waro’ Kaprawiran bulan ini kita puncaki dengan melantunkan Hasbunallah, kemudian ditutup dengan Doa yang dipimpin oleh Mas Yasin. Alhamdulillah Waro’ Kaprawiran edisi penghujung tahun atau Desember 2019 ini berjalan lancar dan semoga membawa berkah bagi semua. Amin. Sampai berjumpa di Rutinan Waro’ Kaprawiran edisi berikutnya tahun depan, semoga terus Istiqomah dan memberi manfaat. Amin (Edy)