Mukadimah Waro’ Kaprawiran
Edisi September 2019

Tiyang (Bahasa Jawa) atau dalam bahasa Indonesia disebut manusia, namun ada juga kata “Tiang” dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti pilar atau tonggak panjang untuk menyokong atau menyangga (atap, lantai, jembatan, dan sebagainya). Mungkin ada korelasi antara tiyang sebagai manusia ataupun tiang sebagai pilar penyangga, hal tersebut memerlukan beberapa kajian tersendiri tentang bahasa mulai dari sejarahnya, maknanya, ataupun hal lainya, namun kali ini kita ingin membahas Tiyang sebagai Manusia.
Siapakah Manusia?, Mengapa disebut Manusia ?, atau yang seperti apakah manusia itu? Sering pertanyaan-pertanyaan ini muncul pada diri kita, memang terkesan aneh kita bertanya tentang diri kita sendiri, namun hal tersebut bukanlah hal yang tabu mengingat hanya sedikit pengetahuan yang diberikan oleh Alloh kepada kita meski tentang diri kita sendiri. meskipun begitu hanya sedikit diri kita yang diperkenankan tahu dan paham tentang sedikit pengetahuan tersebut.
Sebelum itu semua, kita tahu bahwa saat bayi baru lahir pada umumnya akan langsung menangis. Siapakah yang mengajari, apakah disuruh dokter ? kan tidak. Apabila tidak menangis malah dipertanyakan bayi itu sehat, normal, atau tidak. Begitu juga dengan mata kita, yang tanpa kita sadari berkedip dalam rentan waktu tertentu, tanpa disuruh ataupun diminta. Juga lidah yang bersedia otomatis bekerja saat gigi mengalami sliliten. Kesadaran itu terjadi secara spontanitas. Semakin kita dewasa akan semakin berkembang menjadi kebiasaan. Begitulah cara kerja misterius Allah untuk mengajari mahluk Nya, bahkan kita sendiri sebagai Mahluk Nya tidak menyadari bahwa pernah diajari.
Kita semua tahu bahwa manusia itu memeliki dua komponen utama yaitu Jasmani dan Rohani, namun di dalam Islam manusia itu komponen nya bukan hanya dua namun tiga yaitu Jasmani, juga ada Rohani, cuman di dalam rohani ini terdapat dua unsur lagi yang pertama ada Nafs, yang kedua Ruh. Kalau yang Ruh sesuai dalam firmannya Allah  “wa nafakhtu fihi min ruhi” itu yang Allah bilang “qulil ruhu min 'amri robbi” yang kita hanya diberi ilmu sedikit, kalau Roh itu hasilnya pasti baik pasti bersih, sebab Roh itu adalah Cahaya Tuhan dalam diri kita. Sedangkan Nafs, Nafs itu porosnya berada dihati (qolb) dan didalamnya ada tiga variable dalam bahasa Inggris nya biasa disebut Mind, Will, Heart. Mind itu akal, Will itu Keinginan atau hasrat yang biasa orang menyebutnya sebagai hawa nafsu tapi kalau kearah yang baik akan menjadi baik, sedang Heart itu hati. Jadi secara lengkap ada rasa (hati), hasrat, dan akal. Jiwa ini berada di tengah-tengah tinggal menghadap kemana, jika jiwa lebih condog ke Jasad maka orangnya berada di dalam kegelapan, tapi kalau lebih mengutamakan ke Ruh mengutamakan cahaya maka hidupnya akan bercahaya. Pemahaman ini merupakan pemahaman filsafat yang dikenalkan oleh Ibnu Sina yang kemudian dilanjutkan oleh Al-Gazali.
Dalam Konsep Jawa sendiri ada istilah “Wungu” kesadaran manusia terhadap hidup dan terhadap dirinya sendiri, hal ini seperti yang pernah disampaikan oleh Mas Sabrang (letto ft Gamelan Gayam 16) dalam acara Festival Kebudayaan Yogyakarta 2019, bulan juli kemarin. Dalam acara tersebut disebutkan di veda ada konsep yang membahas lapisan dalam manusia yang disebut “KOSHA” yang didalamnya terdapat 5 lapisan dalam manusia. Untuk menjadi manusia yang luhur dalam veda mesti mencopot 5 lapisan ini. di lapisan yang paling luar ada Anamaya Kosha, didalamnya ada  Pranamaya kosha, didalamnya lagi ada Manomaya kosha, kemudian didalamnya lagi ada Vijnanamaya kosha, dan yang terakhir ada Anandamaya kosha. Penjelasan secara lengkap dapat kita lihat dalam Video yang diunggah oleh akun Youtube Letto Band dengan hashtag #Micara.
Bila melihat beberapa konsep-konsep tentang manusia, para pendahulu kita, para leluhur kita begitu serius dalam mencari Jadi Diri sebagai manusia, sehingga bisa menjadi manusia yang seutuhnya. selayaknya kita sebagai cucu cicitnya meneladani para pendahulu kita, meskipun tak begitu mampu memahami apa yang telah dikonsepkan oleh leluhur kita, paling tidak kita mau belajar/sinau bareng dan memahami bagaimana menjalani kehidupan ini dan menjadi manusia yang luhur. Atau bahkan mungkin kita bisa menemukan konsep sendiri tentang TIYANG/MANUSIA.