Dulu para orang tua pernah bilang, "kalau
hujan rintik-rintik jangan sampai membasahi kepala dan badanmu, tapi kalau
hujan deras songsonglah dengan kebahagiaan, maka kau akan mendapatkan semangat
dan kehangatan yang ada." Namun apa yg terjadi bila curah hujan
dengan intensitas yang tinggi itu berlangsung dalam durasi yang lama...? Mungkin
bila hal tersebut terjadi pada masa silam tidak akan terjadi masalah,
sungai-sungai zaman dahulu lebar bentangnya dua kali lipat bahkan lebih, dari
bentang sungai saat ini, sehingga memungkinkan untuk menampung debit air yang
cukup besar. Lahan terbuka seperti sawah, hutan, dll. yang fungsinya sebagai
daerah resapan air saat ini telah banyak beralih fungsi menjadi
bagunan-bangunan perumahan, perindustrian, pertokoan yang notabene koefisen
resapan airnya sangat rendah. Tak salah bila saat ini hujan deras yang
berlangsung lama akan menjadi masalah baru bagi kita.
Sudah beberapa minggu ini aktifitas
masyarat di sejumlah wilayah di Kabupaten Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan, dan
kota-kota sekitar terhenti sejenak, banjir akibat curah hujan yang
berintensitas cukup tinggi ini seakan memaksa masyarakat untuk belajar, belajar
kembali tentang alam seperti halnya nenek moyang kita dahulu yg memperlakukan
alam sebagai mana meperlakukan istrinya sendiri, serta belajar bagaimana cara
bershadaqah pertolongan, pelayanan, dan apapun terkait evakuasi kepada
masyarakat yang mengalami ujian alam ini.
Bukan bermaksud untuk mengikuti
momentun yg sedang terjadi belakangan ini, entah bagai mana ceritananya
kebetulan saja tema yang mau diangkat oleh para penggiat pada sesi diskusi
Majlis Ilmu Masyarakat Maiyah Waro' Kaprawiran pada bulan Maret ini adalah "(H)udan
(N)deres", tema ini tercetus oleh para peggiat sejak tanggal 3 Maret
lalu selang satu hari terjadilah hujan yg sangat lebat di seluruh penjuru
Kota/Kabupaten di wilayah Matraman, sepat juga terjadi keraguan oleh para
penggiat untuk mengganti tema saja, namun oleh beberapa anggota penggiat
menginginkan tetap untuk memakai tema ini, sekalian menjadi laboratorium
keilmuan baru tentang fenomena alam yang sedang terjadi.
Hudan yang dimaksud dari tema kali
ini diambil dari kata bahasa arab "Huda" yang artinya adalah
petunjuk, Sedangkan Nderes berasal dari bahasa jawa yaitu mengulangi,
mempelajari, dan mencari sari pati intinya inti. Huda atau al-huda juga
merupakan nama lain dari Al-Qur'an. Ada beberapa nama lain dari Al-Qur'an yang
kita kenal diantaranya Al-furqon, memiliki arti pembeda antara yang benar dan
yang salah, As-syifa, memiliki arti obat, Adz-dzikr, memiliki
arti pemberi peringatan, Al-kitab, memiliki arti (sesuatu) yang ditulis,
Al-hikmah, memiliki arti kebijaksanaan, Al-bayan, memiliki arti
penerang, An-nur, memiliki arti cahaya, Al-kalam, memiliki arti
ucapan atau firman, Al-busyra, memiliki arti kabar gembira.
Membaca dan memahami Al-Qur`an kita
tidak bisa berhenti pada pencerapan harafiahnya saja. Dalam kehidupan kita
dihadapkan pada tiga jenis ayat atau realitas. Ayat kauniyah (hamparan alam
semesta), ayat anfusihim (realitas diri manusia—perilaku, sejarah, dan
kediriannya), dan ayat qauliyah (kalam/teks Kitab Suci). Pernah dalam suatu
diskusi Mbah Nun memberikan konsep untuk memahami tiga jenis ayat tersebut,
Bagi Mbah Nun, yang lebih pas adalah alam semesta dan diri manusia berposisi
sebagai substansi, dan metode membaca atau memahami keduanya adalah melalui
Al-Qur`an.
Al-Qur`an menyajikan wawasan dan
perspektif mengenai realitas alam semesta (kejadian, hukum alam, peristiwa yang
pernah terjadi pada alam, dll) dan realitas diri manusia itu sendiri (mulai
dari penciptaan, sejarah, perilaku, kecenderungan, dll). Jadi, pola jalinan
yang dilontarkan antara ketiga jenis ayat tersebut adalah: dua sebagai
substansi, satu sebagai metode.
Dalam buku “Indonesia
Bagian dari Desa Saya” disebutkan Al-Quran bukan hanya fisik saja, tapi Al-Quran juga sebagai
Ruh. Ruh Quran adalah abad Tuhan.
Napas-Nya yang segar dan membahagiakan. Tak salah bila ada yang mengatakan "Al-Qur'an as
a best friend every morning mbukak moto tangi turu", lebih dari
itu Al-Quran seakan berada di setiap hetakan detak jantung kita, mengalir
bersama setiap hebusan nafas.
Dengan banyaknya Tanda-tanda, Isyarat, maupun
Petunjuk. Dari Alloh SWT. Yang terselip didalam kehidupan kita dan sering kali
kita tidak menyadari dan mengerti akan maksudnya, Maka dari itu kami Majlis Masrakat Maiyah
Waro' Kaprawiran mengajak sedulur semua untuk berhenti sejenak, mengendapkan
hati menjernihkan fikiran, kita gali, cermati, dalami, eksplorasi, observas, amati, selidiki, persepsi, rasai,
atau pun mentiti. berasama-sama
ayat-ayat yang menghampar luas di kehidupan ini, agar kita selalu siap
menghadapi persoalan dalam kehidupan, sebagai mana pesan Mbah Nun Untuk Jamaah
Maiyah 7 Maret 2019 lalu.
"Semua dan setiap Jamaah Maiyah di sekitar
wilayah Madiun, Ngawi, Ponorogo, Blitar serta di manapun berada, selalu siap
bershadaqah pertolongan, pelayanan, evakuasi serta apapun, sejauh mampu
melakukannya kepada masyarakat yang mengalami ujian alam atau sosial.
Sebagaimana semua masyarakat yang menghamba kepada
Allah juga selalu siap menolong kita kapan dibutuhkan."
Mbah Nun,
Surabaya, 7 Maret 2019
Sosial Media