Reportase Majelis Masyarakat Maiyah Waro' Kaprawiran, 23 Februari 2019

Sudah beberapa bulan ini Majlis Masyarakat Maiyah Waro' Kaprawiran Berpuasa tidak Menggelar rutinan bulanan seperti biasanya, karena banyak dan saling bebenturan nya jadwal rutinan di setiap Kabupaten, serta sambang sedulur yg menjadi kegiatan baru masih dalam penyusaian bagi para pegiatnya. Belum lagi banyaknya permintaan dari desa-desa untuk mengadakan kegiatan sinau bareng  ikut menambah padatnya kegiatan , terhitung sejak bulan Nopember tahun kemarin, baru bulan ini Sub simpul khususnya di Kabupaten Ponorogo menggelar Diskusi Majlis Masyarakat Maiyah Waro' Kaprawiran. menjadi hal yang dinanti nanti selayaknya orang berbuka puasa, para penggiat Waro’ Kaprawiran dan kru Gamelan Kiai Iket Udeng sudah mulai berkumpul di pelataran Studio Gamelan Kiai Iket Udeng sejak sore hari, mereka bahu membahu membersihkan lokasi yang nantinya akan dijadikan tempat berdiskusi.

Malam mulai beranjak, forum pun dimuali. Dibuka dengan membaca surat Al- fatihah bersama sama yang dipimpin oleh ustad Arif kemudian Group Musik Gamelan Kiai Iket Udeng mengajak para jama’ah untuk melantunkan Sholawat astaghfirullah, “Astaghfirullah robbal baroya………… Astaghfirullah minal khotoya………….”

Setelah lantunan sholawat usai, mas Koko yang malam ini didapuk menjadi moderator diskusi memantik respon jama’ah dengan tema pada malam hari ini, sebelum memasuki sesi diskusi lebih panjang Kholid yang bertanggung jawab pada pembuatan mukhadimah diskusi pada malam hari itu menegaskan bahwa mukhadimah hanya sebagai pengantar diskusi, jadi apapun yang ditangkap para jamaah dari tema pada malam hari itu agar disampaikan, pada dasarnya forum Waro’ Kaprawiran adalah sebuah laboraurium untuk bersama-sama mencari esensi dari sebuah ilmu. Dan pada malam dari ini jama’ah diajak berdikusi bagaimana cara kita untuk bisa mencapai bijaksana.

Gus Hilmy yang malam hari itu hadir menyampaikan bahwa bijaksana itu Puncaknya Ma’rifat, bahkan bijaksana adalah Ma’rifat itu sendiri, Pak muis juga menegaskan bahwa Bijaksana itu berawal dari Tahu, kemudian ngalim (ahli), baru hakim (berbuat adil). Jadi  Awal untuk memulai kebijaksanaan adalah saling mengenal. Walaupun kita masih sedikit ilmu, janganlah diam. tetaplah belajar.kembali ke arofa atau mengenal. kalau kita bisa mengenal sesama kita bisa menambah kebijaksanaan antar sesama. Tak salah bila bijaksana berarti buah dari sebuah usaha. Sedangkan Sendang atau telaga/waduk itu adalah sumber mata air yg dimanfaatkan atau diperdayakan, jadi sendang juga bisa diartikan sebagai kebijaksanaan. Kalimat “Sendang Kawicaksanaan” itu kalau dalam bahasa arab disebut sebagai kalimat “Mudof dan Mudof Ilaih” Sendang adalah mudof sedangkan Kawicaksanaan adalah  mudof ilaih Penyandaran sendang ke kawiksanaan sudah tepat, karena sendang itu bentuk dari kawicaksanaan. untuk mencapai bijaksana harus banyak belajar atau berproses. contoh Nabi Muhammad tentang kebijaksanaan beliau tidak melarang minum khamr, akan tetapi melarang orang yg minum khamr untuk shalat. Dan lambat laun khamr mulai ditinggalkan sesuai tuntunan Alloh.

Lokasi studio Gamelan Kiai Iket Udeng (KIU) yang bertepatan di Jalan Raya Ponorogo-Solo menambah pemahaman kita tentang kebijaksanaan, bahwa Bisingnya suara Lalu lalag kendaraan besar yang lewat ikut membuktikan bahwa susahnya untuk mencapai bijaksana, bijaksana dalam menentukan suara mana yang harus kita dengar maupun tidak.

Sementara menunggu jalan mulai menyepi. dan Sebagai jeda sesi diskusi pertama KIU membawakan beberapa lagu andalan, diantaranya sholawat nariyah dan Ya habibal Qolbi yang dilantunkan dengan epic oleh bu Budi jamaah yang pada malam hari itu ikut hadir.

Memasuki sesi diskusi selanjutnya pak budi melempar beberapa pertanyaan untuk para jamaah, mengapa kok tema pada malam hari itu Sendang bukan pancuran atau yg lain, apa karena sendang itu “gone delik ndepis neng pucukan” (tempatnya tersembunyi di bagian paling atas), dan dalam perajlanan mendapatkan sumber air juga harus penuh perjuangan dan melalui berbagai rintangan. “kudu duwe bekal seng gede” (harus memiliki bekal yang besar), begitu juga untuk memuncaki sendang kawicaksanan. Selain itu Sendang tidak bisa di pindahkan maka orang itu harus datang, setelah datang orang akan  melihat air pada sendang itu begitu tenang dan air sudah menep.  Namun pertanyaan yang dilemparkan oleh pak budi bukan untuk dijawab, memang tidak semua pertanyaan butuh jawaban, seperti halnya kita bermaiyah bukan hanya untuk mencari jawaban-jawaban dari permasalahan namun lebih untuk mencari bekal/bahan yang dapat kita olah saat kita dirumah atau saat sedang menjalani aktifitas sehari-hari.

Menyambung hal tersebut Mbak Zaky ikut menceritakan pengalamanya tentang menjelas kan tema pada malam hari itu kepada temanya yang nota bene berasal dari Amerika dan tidak bisa berbahasa jawa, dia menceritakan bahwa agak kesulitan untuk mentraslate kata “Sendang”  ke bahasa inggris, pada akhirnya dengan beraninya dia berkata bahwa sendang dalam bahasa inggirs adalah “Pool” (kolam), dan kawicaksanan adalah “Wisdom” (bijaksana). Dengan terheran-heran temanya itu menanggapi, “bagaimana bisa kolam kebijaksanaan apakah seperti negri dongeng atau apa?”, kemudian entah dapat jawaban dari mana dia menjelaskan bahwa “kolam itu merupakan tempat untuk bersih-bersih atau mandi, jadi untuk bisa sampai pada bijaksana kita harus bersih dan suci.”

Mas Hamid yang jauh-jauh datang dari jogja juga ikut menambahi khasanah keilmuan kita pada malam hari itu, dengan memberi kuda-kuda untuk mencapai kebijaksanaan, kuda-kuda tersebut yaitu kita harus meluaskan hati dan pikiran kita seperti sendang. dan memahami rumah pemikiranya masing-masing, setelah kita memahami rumah pemikiran masing-masing, kita akan lebih toleran dan bijaksana, selain itu dia juga menjelaskan beberapa pandanganya tentang manusia modern dan tradisonal “Manusia modern tanpa disadari menurunkan nilai manusia itu sendiri, padahal kita meyakini puncak dari peradapan itu ya saat ini” bila ditarik dari beberapa hal memang kita perlu menarik benang merah antara pemahaman manusia modern yang lebih mengandalkan akal dan hal-hal yang dapat di indera saja sebagai bahan pertimbangan utama sehingga segala sesuatu yang tidak masuk akal atau tidak terindra bisa dikatakan hoak atau bohong sedangkan manusia tradisional menggunakan Akal, Hati Nurani, dan Intuisi sebagai bahan pertimbanganya.  Hal tersebut bukan untuk membuktikan bahwa manusia modern salah dan manusia tradisional benar namun untuk mencari manakah yang baik kita lakukan.

Malam semakin larut, tak terasa waktu sudah melewati tengah malam namun beberapa jama’ah masih ada yang hadir, dan tanpa direncanakan forum pada malam hari itu dihadiri dari berbagai Kabupaten/Kota yang mengirimkan perwakilanya masing-masing. suasana malam itu semakin khusuk setelah dinyanikanya tembang “Sugih Tanpo Bondo” milik Sujiwo tejo Cipt. Sosro kartono yang di cover oleh KIU  “Sugih tanpo bondo…………. Digdoyo tanpo aji………. Trimah mawi pasrah………… Sepi pamrih tebih ajrih…………… Sugih tanpo bondo…………. Digdoyo tanpo aji……….. Trimah mawi pasrah…………… Sepi pamrih tebih ajrih………….. langgeng..... tanpo susah………….....tanpo seneng........ antheng mantheng............ sugeng jeneng…...”

Menaggapi tentang manusia modern yang mengandalkan akal sebagai dasar pemahaman Adung salah satu jamaah dari Madiun ikut menambahkan, menurutnya segala sesuatu tidak ada yang salah, memang untuk menuju yang baik dan benar memerlukan proses, Seperti cerita tentang Al-Gazali dalam pencarianya, Al gazali tidak langsung menuju ke sufistik dalam pencarianya, dia mencari kebenaran dimulai dari hal-hal yang bersifat empiris (dapat diindra) dulu, kemudian mulai mencari dan mengembangkan dan mengaitkan ke dalil-dalil, buku-buku dll. kemudian baru pada pencarian ke tiga Al-gazali menuju kearah sufistik dengan mengalami sendiri.

Memang segala sesuatu itu meskipun benar tapi masih lebih baik bila segala sesuatu itu jika sudah dimusyawarahkan sambungnya Selain itu dia juga membacakan quotes dari Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūm "Ketika aku pintar maka aku ingin menguasai dunia, ketika aku telah mengenal kebijaksanaan aku ingin menguasai diriku sendiri", menyambung hal tersebut Gus Sofyan juga ikut menambahi Kebijaksanaan itu adalah kesadaran, yaitu Kesadaran yang mampu menangkap signal dari ilahiyah.serta Sadar tentang diri sendiri, yaitu mampu membaca batas diri sendiri.

Dipenghujung acara Gus Hilmy menanggapi pertanyaan dari jama’ah yang menanyakan tentang Ilmu Khal, Gus hilmy bercerita bahwa pernah membaca sebuah kitab klasik dan nama penulisnya tidak tertulis, dan didalam kitab tersebut dituliskan Ilmu yg paling utama yaitu ilmu khal ilmu yg dilakukan seketika itu. Seperti halnya apabila ada orang akan mati apabila tidak meminum khomer, sehingga ketika orang tersebut meminum Khomer  tersebut hukum menjadi halal. Jika diruntut  “Ilmu khal Simbulnya nabi khidir hidupnya diair sambunganya ke sendang”.

Memuncaki Waro’ Kaprawiran edisi bulan pebruari 2019, ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Gus Sofyan, kemudian para jama’ah dipersilahkan memakan makanan yang sudah disiapkan oleh tim dapur, demikian pembahasan kita kali ini semoga bisa menambah khasanah keilmuan kita.
~Salam. (Kholid Ahmad)