Sebelum mereka datang, mereka kirim utusan-utusan untuk meneliti wilayah harapan. Dulu, wilayah itu berbentuk kerajaan-kerajaan. Sekarang, wilayah itu berbentuk negara demokrasi sistem partai, dimana ada penguasa dan oposisi. Baik dulu ataupun sekarang, berdasar informasi hasil para utusan tadi, mereka tentukan dukungan kepada siapa yang kira-kira ber-power besar, yang kira-kira akan menang, bahkan diupayakan harus menang. Kalau tak ada konflik, harus dibuat ada konflik. Supaya apa? Supaya ada rasa balas budi, dari pemenang yang mereka dukung. Setelah yang didukung menang, mereka meminta kerjasama dagang, untuk membangun pelabuhan dagang di wilayah tanah harapan. Dulu, biasanya di wilayah pesisir, karena faktanya, sampai hari ini, distribusi dalam jumlah besar hanya bisa dilakukan melalui jalur laut. Setelah mereka punya wilayah pelabuhan dagang, mereka bangunlah benteng-benteng pertahanan fisik. Bukan seperti reklamasi jaman sekarang, dulu bentuknya tidak seperti itu. Setelah itu, mereka datangkan prajurit-prajurit pengamanan wilayah dagang. Seiring berjalannya waktu, dengan semakin kuatnya mereka, kepada pemilik tanah harapan, yang dulunya memberi saham wilayah dagang, perlahan-lahan mereka singkirkan. Itu dulu. Sekarang, nama wilayah tidak akan dirubah seperti dulu, meskipun sistem "kepeng-asu-an" sudah berada ditangan mereka.

Mitra Abdul Azis