Dalam menjalankan tugas, amanat, kewajiban, anjuran, atau apapun namanya yang diberikan Tuhan kepada kita, seringkali ditemukan kejadian-kejadian yang tak disangka-sangka kejadiaannya, tak diinginkan kedatangannya, tak diduga aplikasinya. Namun sudah dapat dipastikan dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa itu semua merupakan kerjaanNya Tuhan, kita bisa meyakini itu karena memang sudah tercantum bahwa Tuha itu Fa’alun lima yurid.
Di zaman yang banyak sekali kita temukan “lawakan, kebodohan, dan tipudaya”, jika kita mau melihat dengan penglihatan lahir batin yang jernih, sangat jelas ketiga kerusakan itu memang disebabkan oleh penyalahgunaan jembatan yang diberikan Tuhan kepada kita. Jembatan yang seharusnya menjadi alat komunikasi yang baik antara kita dengan Tuhan, apalagi kalau bukan Iman.
Dalam Daur 244 “Pemimpin Kotak-Kotak” sudah dikatakan dalam Tahqiq :
“…kalau sampai ternyata pengkotak-kotakan itu terjadi dalam  kehidupan manusia, bahkan menjadi sumber terpecahnya silaturahmi, mata air kebencian dan bara sekam pertengkaran-pertengkaran-tema yang sesungguhnya terjadi adalah satu diantara tiga kemungkinan: Lawakan, Kebodohan, dan Tipudaya”
Dan obatnya sebenarnya sudah dituliskan di Daur 244 tersebut:
“Ketidakmampuan dan ketidaktahuan makhluk atas Maha Penciptanya itulah yang membuat Allah menganugerahkan jembatan komunikasi yang bernama Iman”.
Iman bukan hanya sekedar ritual peribadatan yang kita lakukan di lima waktu sehari, 17 roka’at sehari atau sunnah-sunnah yang lainnya. Tapi lebih dari itu semua. Aktivitas iman yang hakiki sebenarnya ada dalam hati kita, bagaimana mata hati kita memandang segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita dengan Iman kepada Tuhan yang kita miliki. Semakin dalam ataupun semakin qona’ah hati kita terhadap sesuatu, mungkin bisa mewakili kita untuk dapat berjejer dengan orang-orang yang dicintai Allah.
Mungkin konsep barunya jika semua orang beriman dengan benar kepada Tuhannya dengan sebaik-baik iman, maka bisa dimungkinkan untuk tidak adanya yang namanya lawakan, kebodohan, dan tipudaya.
Lalu sempat berjalan di pikiran, “membenahi iman diri sendiri saja belum benar, bagaimana mau membenarkan keimanan orang lain”. Memang sudah menjadi aturan dari Tuhan, jika kita harus mengerjakan terlebih dahulu apa yang kita omongkan (QS. Ash-Shoff: 3). Dan di sinilah Iman yang kita miliki berfungsi. Memang membenahi diri harus didahulukan, dan sejalan dengan itu kita mencoba untuk memberikan pantulan-pantulan energi keimanan kepada orang lain di sekitar kita terlebih dahulu, mungkin dengan kegiatan-kegiatan yang nyata dalam lingkungan tempat tinggal kita.
Semoga dengan itu secara berkala keimanan kita akan terus meningkat, dan jalan menuju pertemuan dengan Tuhan akan semakin kita rasakan. Namun, perlu diingat pertemuan dengan Tuhan bukanlah pertemuan secara fisik, melainkan pertemuan dengan gejala-gejala yang terjadi kepada kita. Proses menuju hal-hal tersebut memang sangat panjang dan terjal, tapi lagi-lagi Iman kita yang bekerja, semoga kita menjadi orang-orang yang istiqomah dalam meningkatkan keimanan.